Cara menarik mengajar hapalan Al-Qur’an kepada anak

Artikel 1 : Sumber siperisubuh

Saya tinggal di Iran dan punya usia anak empat tahun. Sejak tiga bulan lalu, saya masukkan dia ke sekolah hafiz Quran untuk anak2. Setelah masuk…, wah ternyata unik banget metodenya. (Siapa tau bisa dijadikan masukan buat akhwat2 yg berkecimpung di bidang ini.) Anak-anak balita yang masuk ke sekolah ini (namanya Jamiatul Quran), tidak disuruh langsung ngapalin juz’amma, melainkan setiap kali datang, diperlihatkan gambar misalnya, gambar anak lagi cium tangan ibunya, (di rumah, anak disuruh mewarnai gambar itu), lalu guru cerita ttg gambar itu (jadi anak harus baik…dll).

Kemudian, si guru ngajarin ayat “wabil waalidaini ihsaana/Al Isra:23” dengan menggunakan isyarat (kayak isyarat tuna rungu), misalnya, “walidaini”, isyaratnya bikin kumis dan bikin kerudung di wajah (menggambarkan ibu dan ayah). Jadi, anak2 mengucapkan ayat itu sambil memperagakan makna ayat tersebut. Begitu seterusnya (satu pertemuan hanya satu atau dua ayat yg diajarkan). Hal ini dilakukan selama 4 sampai 5 bulan. Setelah itu, mereka belajar membaca, dan baru kemudian mulai menghapal juz’amma.

Suasana kelas juga semarak banget. Sejak anak masuk ke ruang kelas, sampai pulang, para guru mengobral pujian-pujian (sayang, cantik, manis, pintar…dll) dan pelukan atau ciuman. Tiap hari (sekolah ini hanya 3 kali  seminggu) selalu ada saja hadiah yang dibagikan untuk anak-anak, mulai dari gambar tempel, pensil warna, mobil2an, dll. Habis baca doa, anak-anak diajak senam, baru mulai menghapal ayat. Itupun, sebelumnya guru mengajak ngobrol dan anak2 saling berebut memberikan pendapatnya. (Sayang anak saya krn masalah bahasa, cenderung diam, tapi dia menikmati kelasnya). Setelah berhasil menghapal satu ayat, anak-anak diajak melakukan berbagai permainan. Oya, para ibu juga duduk di kelas, bareng2 anak2nya. Kelas itu durasinya 90 menit .

Hasilnya? Wah, bagus banget! Ketika melihat saya membuka keran air akan terlalu besar, anak saya akan nyeletuk, “Mama, itu israf (mubazir)!” (Soalnya, gurunya menerangkan makna surat Al A’raf :31 “kuluu  washrabuu walaatushrifuu/makanlah dan minumlah, dan jangan israf/berlebih2an). Waktu dia lihat TV ada polisi ngejar2 penjahat, dia nyeletuk “Innal hasanaat tushrifna sayyiaat/ Sesungguhnya kebaikan akan mengalahkan kejahatan” (Hud:114).

Teman saya mengeluh (dengan nada bangga) bahwa tiap kali dia ngobrol dgn temannya ttg orang lain, anaknya akan nyeletuk “Mama, ghibah ya?” (soalnya, dia sudah belajar ayat “laa yaghtab ba’dhukum ba’dhaa”/Mujadalah:12). Anak saya (dan anak2 lain, sesuai penuturan ibu2 mereka), ketika sendirian, suka sekali mengulang2 ayat2 itu tanpa perlu disuruh. Ayat2 itu seolah-olah menjadi bagian dari diri mereka. Mereka
sama sekali tidak disuruh pakai kerudung.

Tapi, setelah diajarkan ayat ttg jilbab (An-Nur:31), mereka langsung minta sama ibunya untuk dipakaikan jilbab. Anak saya, ketika ingkar janji (misalnya, janji nggak main lama2, trus ternyata mainnya lama), saya  ingatkan ayat “limaa taquuluu maa laa taf’alun” (As-Shaf:2)…dia langsung bilang “Nanti nggak gitu lagi Ma…!” Akibatnya, jika saya mengatakan sesuatu dan tidak saya tepati, ayat itu pula yang keluar dari mulutnya!

Setelah tanya2 ke pihak sekolah, baru saya tahu bahwa metode seperti ini, tujuannya adalah untuk menimbulkan kecintaan anak2 kepada Al Quran.

Anak2balita itu di masa depan akan mmpunyai kenangan indah ttg Al-Quran. Saya pikir2 benar juga. Saya ingat, dulu waktu kecil pergi ke TPA (Taman Pendidkan Al Quran) di Indonesia, rasanya maless..banget (Kalo nggak dipaksa ortu, nggak jalan deh). Bagi saya, TPA identik dengan beban berat, PR yaang banyak, hapalan bejibun, guru galak, dsb.

Pernah saya dengar, di sekolah Kristen anak2 diberi hadiah dan dikatakan kepada mereka bahwa itu dari Yesus. Nah, kenapa kita kaum muslim yang meyakini bahwa agama kitalah yang paling benar, tidak meniru cara  ini agar anak2 merasa cinta kepada Allah dan Quran? Bagaimanapun, dunia anak2 adalah dunia materi. Mereka baru bisa mencerap hal2 yang nyata, seperti hadiah (dan belum paham, pahala itu apa). Para orangtua teman sekelas anak saya juga pada cerita bahwa anak2nya malah nangis kalau nggak diajak ke sekolah. Malah, buat anak saya, ancaman tidak diantar ke sekolah adalah ancaman paling ampuh, kalau dia nakal (dia akan langsung nangis, hehehe…mamanya nakal ya?).

Metode pengajaran ayat Quran dengan menggunakan isyarat ini diciptakan oleh seorang ulama bernama Sayyid Thabathabai. Anak beliau yang pertama pada usia 5 tahun di bawah bimbingan beliau sendiri, sudah hapal seluruh juz Al Quran, berikut maknanya, hapal topik2nya (misalnya, ditanyakan, coba sebutkan ayat2 mana saja yg berbicara ttg akhlak kepada orangtua, dia akan menyebut, ayat ini..ini..ini..), dan mampu bercakap-cakap dengan bahasa Al Quran (misalnya ditanya; makanan favoritmu apa, dia akan menjawab “Kuluu mimma fil ardhi halaalan thayyibaa”(Al Baqarah:168).

Anak kedua juga memiliki kemampuan sama, tapi sedikit lebih lambat, mungkin usia 6 atau 7 tahun. Keberhasilan anak2 Sayyid Thabathabi itu benar-benar fenomental (bahkan anak pertamanya diberi gelar Doktor Honoris Causa di bidang Ulumul Quran oleh sebuah universitas di Inggris), sehingga sejak itu, gerakan menghapal Quran untuk anak-anak kecil benar2 digalakkan di Iran.

Setiap anak penghapal Quran dihadiahi pergi haji bersama orangtuanya oleh negara dan setiap tahunnya ratusan anak kecil di bawah usia 10 tahun berhasil menghapal Al Quran (jumlah ini lebih banyak kalau dihitung juga dengan anak lulusan dari sekolah2 lain). Salah satu tujuan Iran dalam hal ini (kata salah seorang guru) adalah untuk menepis isu-isu dari musuh-musuh Islam yang ingin memecah-belah umat muslim, yang menyatakan bahwa Quran-nya orang Iran itu beda/ lain daripada yg lain).

Saya pernah diskusi dgn teman saya dosen ITB, dia mengatakan bahwa metode seperti itu merangsang kecerdasan anak karena secara bersamaan anak akan melihat gambar, mendengar suara, melakukan gerakan-gerakan yang selaras dengan ucapan verbal, dll. Sebaliknya, menghapal secara membabi-buta, malah akan membuntukan otak anak.

Selain itu, menurut guru di Jamiatul Quran ini, pengalaman menunjukkan bahwa anak-anak yang menghapal Quran dengan melalui proses isyarat ini (jadi mulai sejak balita sudah masuk ke sekolah itu) lebih berhasil dibandingkan anak-anak yang masuk ke sana ketika usia SD. Selain itu, menghapal Al Quran lengkap dengan pemahaman atas artinya jauh lebih bagus dan awet (nggak cepat lupa) bila dibandingkan dengan hapal cangkem (mulut).

Artikel 2 : Sumber jihadsabili

Metode pengajaran hafalan Al Quran untuk balita dengan menggunakan isyarat tangan diciptakan oleh Sayyid Muhammad Mahdi Tabatabai ketika mengajari anaknya, Sayyid Muhammad Husain Tabatabai yang saat itu baru berusia 2 tahun 4 bulan. Berikut ini penuturan M. Tabatabai mengenai sejarah penemuan metode isyarat itu (1).

***

Saya mulai mengajarkan hafalan Al Quran kepada Husain ketika dia berusia 2 tahun 4 bulan. Pada saat itu, Husain sudah menghafal juz ke-30 (juz’amma) secara otodidak, hasil dari rutinitasnya dalam mengikuti aktivitas ibunya yang menjadi penghafal dan pengajar Al Quran, serta aktivitas kakak-kakaknya dalam mengulang-ulang hafalan mereka.

Saya mulai dengan mengajarkan hafalan juz ke-29. Setelah Husain berhasil menghafal juz ke-29, saya mulai mengajarinya hafalan juz pertama. Awalnya, saya menggunakan metode biasa, yaitu dengan membacakan ayat-ayat yang harus dihafal, biasanya setengah halaman dalam sehari dan setiap pekan, jumlah hafalan pun ditingkatkan.

Namun, pada saat itulah saya menyadari bahwa metode seperti ini memiliki dua persoalan, yaitu sbb:

* Ketidakmampuan Husain untuk membaca Al Quran, membuatnya sangat tergantung kepada saya dalam usaha mengulang-ulang ayat-ayat yang sudah dihafal.
* Metode penghafalan Al Quran secara konvensional ini sangat kering dan tidak cocok bagi psikologis anak usia balita. Selain itu, betapapun saya berusaha memahamkan kepada Husain makna ayat-ayat itu, dia tidak bisa memahaminya dengan baik karena banyak konsep-konsep yang abstrak yang sulit dipahami anak balita.

Untuk menyelesaikan persoalan pertama, saya mulai mengajarinya membaca Al Quran, agar dia bisa mengecek sendiri hafalannya.

Untuk menyelesaikan persoalan kedua, saya terpikir untuk mengajarkan makna ayat-ayat Quran itu dengan isyarat tangan.

Makna suatu ayat secara keseluruhan saya jelaskan dengan bahasa sederhana kepada Husain, lalu ketika mengucapkan ayat itu, saya melakukan gerakan-gerakan tangan yang mengisyaratkan makna ayat itu.

Misal:

* Allah –> tangan menunjuk ke atas,
* yuhibbu (mencintai) –> tangan seperti memeluk sesuatu,
* sulh (berdamai) –> dua tangan saling berpegangan.

Metode isyarat ini ternyata semakin hari, semakin menarik perhatian Husain. Setelah beberapa waktu, saya sadari bahwa ketika saya membuat isyarat dengan tangan atas suatu ayat, Husain dengan cepat mengucapkan ayat yang saya maksudkan itu. Metode ini sedemikian berpengaruhnya pada kemajuan perkembangan Husain sehingga dengan mudah dia mampu menerjemahkan ayat-ayat itu (ke dalam bahasa
Persia, bahasa sehari-hari orang
Iran ) dan mampu menggunakannya dalam percakapan sehari-hari.

**********
Catatan:

1. dikutip dari buku berjudul Hafezan-e Nur (Para Penyimpan Cahaya), karya Dawud Qasemi, thn 2003, Jamiatul Quranul Karim, Qom, Iran.

2. Metode isyarat ini kemudian diadaptasi dan disesuaikan dengan kultur
Indonesia oleh team Rumah Qurani yang berpusat di
Bandung. Mudah-mudahan suatu saat kelak bisa diterapkan di berbagai sekolah Al Quran di Indonesia.

taken from :learningathome.com

4 thoughts on “Cara menarik mengajar hapalan Al-Qur’an kepada anak

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.